Minggu, 10 April 2022

HARAPAN DAN KEKHAWATIRAN GURU

 HARAPAN DAN KEKHAWATIRAN

            Assalamu ‘alaikum warohmatullohi wabarokaatuh.





BERJIWA PENDIDIK, 

SOSOK GURU ADALAH PEMBANGUN NEGERI

Oleh Muh Tarudin

SD SWASTA TIARA KEPENUHAN HULU

             


ABSTRAK.

HARAPAN DAN KEKHAWATIRAN

            Assalamu ‘alaikum warohmatullohi wabarokaatuh.

            Salam sejahtera untuk kita semua.

Anak-anak kita yang masih kecil sekarang ini, kelak di masa mendatang akan menjadi pemimpin-pemimpin. Dari Sabang sampai Merauke. Apabila mereka dibiasakan dan membia sakan diri dengan akhlak yang baik, derajat mereka akan tinggi. Apabila mereka berhasil  mempelajari ilmu-ilmu yang bermanfaat untuk dirinya, orang tua, masyarakat dan negara, ma ka anak-anak itu akan menjadi dasar yang kokoh bagi kebangkitan bangsa. Ini adalah perkara yang tidak bisa dipungkiri oleh siapapun.

Sebaliknya, apabila anak-anak itu telah terbiasa dengan akhlak yang tidak terpuji dan enggan menuntut ilmu pengetahuan yang menjadi sebab utama bangsa-bangsa bisa hidup, ma ka mereka, anak-anak itu di masa yang akan datang sangat berpotensi menjadi bencana bagi bangsa dan menjadi pengacau negara yang mereka diami.

Nah, lalu siapakah yang bisa mengajari mereka ilmu pengetahuan ? Pengajar. Siapakah yang akan bisa mendidik akhlak baik bagi mereka ? Pendidik. Terlepas dari apakah sebagai pengajar mereka memang ahli dalam ilmu pengetahuannya atau tidak, dan apakah sebagai pendidik mereka memang sudah terpenuhi kemuliaan akhlaknya atau belum, tetapi singkat  jelasnya kata pengajar dan kata pendidik itu, menunjuk sinonim kata pada “guru”.  

Artikel ini tak mungkin menjawab tantangan di atas. Penulis tidak lebih dari seorang guru honor yayasan golongan tuna sarjana.. Dengan tanpa mengurangi rasa hormat kepada semuanya, barangkali juga akan berbeda lensa pandang dengan peserta lain. Dengan kata kunci “ BERJIWA PENDIDIK, SOSOK GURU ADALAH PEMBANGUN NEGERI ” pembaca akan diajak berkomunikasi hati.

Namun, apabila di artikel nanti dalam susunan bahasa kurang tertata baik, topik kurang menarik,maka penulis meminta maaf dan mengharap maklum.

 

Salam sejahtera untuk kita semua.

Wassalamu ‘alaikum warohmatullohi wabarokatuh.

 

I.               NIAT SEORANG GURU

Gerak energi hati dalam diri manusia yang mendasari awal setiap aktifitasnya, mungkin lebih mudah dipahami sebagai pengertian istilah dari niat. Secara bahasa niat sama dengan sengaja.

Profesi mulia menjadi guru, sudah barang tentu tidak bisa lepas dari niat. Pasti ada, meskipun karena faktor kesibukan, bisa saja sekarang banyak yang sudah lupa. Justru aneh bila tidak ada niat kok melakukan profesi semulia guru.

Adapun berbeda aneka bahasa niat menjadi guru adalah keniscayaan. Dan ini sah, alami karena memang tidak ada ikatan harus satu. Bebas. Namun apakah dalam kebebasan itu tidak ada pertimbangan akal sehat hingga tidak ada batasan kepatutan ? Tentu ada dan harus.

Bukti fisik di lapangan, sekarang ini dunia pendidikan mengalami berbagai perubahan tampilan, pembaharuan strategi, revolusi inovasi, modernisasi teknologi dan lain sebagainya. Berbagai faktor berpengaruh. Sejak dari tuntutan perkembangan dan kemajuan zaman, usulan para pejabat dinas pendidikan wilayah dan daerah, hingga ketetapan dan kebijakan direktorat departemen pusat.

Nah, ingat kita pada wacana penghapusan program Ujian Nasional ?

Secara logika, satu sudut pandang sebagai daerah, dengan berbagai perbedaan kondisi sumber daya alam, sumber daya manusia dengan ragam budayanya, tingkat kemajuan pola pikir dan  lengkap kurangnya sarana prasarana sekolah dari kota sampai pelosok, tentu akan tidak sama kemampuan mengerjakan soal ujian yang dibuat dengan standar ukuran  kota metropolitan. Jika demikian terus, tentu kemajuan di kota semakin laju, sebaliknya ketertinggalan daerah-daerah terpencil semakin jauh. Maka kemudian dibuatlah langkah awal menuju kesamaan, dengan cara setiap daerah mendapat hak otonomi  pembuatan soal.

Selesaikah masalah ? Belum. Muncul problem baru.

Belum semua daerah siap dan sanggup mengkondisikan pelaksanaan otoritas tersebut, menuju hasil akhir yang sama mutu kwalitasnya.

Jadi, manakah yang lebih baik antara tetap ujian nasional atau dihapus? Jawabnya tergantung pada niat dan minat  masing-masing dalam pendidikan.

Baru saja tadi, itu hanya satu dari sekian potret pada album kamera pendidikan kita. Bukan itu yang ingin penulis tampilkan. Tapi ruh atau jiwa pendidik. Karena guru juga manusia, maka manusiawi juga bila mengalami bermacam kondisi jiwa seperti orang lain. Di antaranya bersifat benar dan dusta.

 

II.            BENAR DAN DUSTA

Pengertian benar dan dusta yang penulis maksud di sini tidak seperti yang sudah sering kita dapatkan sehari-hari, seperti bicara mengada-ada tapi tidak ada kenyataannya, atau jajan tiga mengaku satu, atau lagi bila ditelepon kawan menjawab, “Halo, posisi di cafe Pekan Baru...!” Padahal di kedai kopi kampung. Mengaku orang yang konsisten dengan waktu, padahal paling sering telat dan banyak alasan. Kalau yang begitu, anak kecil pun sudah tahu. Ukuran orang semulia profesi guru, justru harus malu berperilaku selugas itu.

Benar di sini dalam arti sungguh-sungguh atau berbuat sepenuh hati. Dusta dalam arti sekedar pura-pura atau asal-asalan berbuat.

Ada hal sederhana yang semestinya diluruskan. Bahwa pemahaman sekedar berikhtiar kemudian bertawakkal kepada Yang Maha Menentukan, sering pada posisi keliru.

‘Sekedar’ sering dikonotasikan asal berbuat dan tidak serius. Menghindari capek dan kesulitan. Ini ‘sekedar’nya pemalas, lemah syahwat berbuat. Pasangannya adalah kemandulan rahim keberhasilan.

Lalu, apa jadi ?

Sekedar berusaha adalah tetap berbuat sepenuh hati segenap jiwa raga dengan konsep ilmu dalam beramal, menyusun rencana dan strategi dengan teliti, mempersiapkan segala anggaran dan keperluan selama proses bekerja, penuh semangat dan harapan, perhitungan dan hati-hati, fluktuasi data dievaluasi sampai pada titik kestabilan. Barulah hasil maksimal ditawakkalkan. Karena sehebat apapun manusia berusaha dan bekerja, harus dan harus tetap sadar derajatnya adalah hamba. Hanya pada maqom berusaha. Kalau hasil adalah pada wilayah kekuasaan Tuhan Yang Maha Kuasa.

Kita bersyukur bila mempunyai guru-guru yang ideal benar berjiwa pendidik, bukan hanya berfikiran pengajar. Bukan hanya terampil mahir di strategi atau kelengkapan perangkat pembelajaran saja, tapi jiwa guru  menancap sangat dalam.

الطريقة اهم من المآدة  , والمدرس أهم من الطريقة  ,  وروح المرس أهم من المدرس نفسه

Metode lebih penting daripada materi, dan guru lebih penting daripada metode, dan ruh/jiwa pendidik lebih penting dari guru itu sendiri.(KH Hasan Abdullah Sahal Gontor)

Menanamkan jiwa guru membutuhkan media pendekatan hati. Artinya ada program kerohanian yang teratur, meskipun tidak banyak jadwal harinya. Dan barangkali bisa diprogramkan oleh para pengurus PGRI.

 

III.          PENUTUP.

Sebelum ada program wajib pendalaman jiwa pendidik secara nyata berlakukan pemerintah, alangkah indahnya bila lebih dahulu berhias dengan akhlak benar berjiwa pendidik dengan mandiri. Niat kita adalah menjalani suratan takdir menjadi guru. Harapan yang terdalam adalah membangun manusia-manusia baru yaitu usia anak-anak dan remaja menjadi para khalifah di bumi kelak. Cita-cita luhur itu akan jauh panggang dari api jika kita guru yang dusta. Mencetak murid yang pandai dan berakhlak harus dimulai dari pencetaknya juga mahir dan berakhlak mulia.

 

 Tempat kekayaan di perdagangan dan bisnis.

 Ingin ketenaran jadilah artis.

 Mau ditakuti jadilah hantu.

 Ambisi kekuasaan berpangkatlah jabatan.

 Menjadi guru adalah pengabdian.

 

Guru itu ing ngarso sung tulodho , di depan bisa memberi contoh yang baik, ing madya mangun karsa, di tengah masyarakat bisa membangun motivasi, tut wuri handayani, di belakang para pemimpin dan tetua senantiasa patuh sehingga menjadi kekuatan.

 

Bangkit Guruku Maju Negeriku.

Indonesia Tumbuh Indonesia Tangguh.

Dirgahayu Hari Guru Nasional ke-76.

.

PT. EMA, 20 November 2021

                                                                                    Hormat Penulis   Muh Tarudin

Diketahui dan disahkan oleh :

Kepala SD Swasta Tiara,

  Dto,

Asep Nurzaman, S.Pd

 

Rujukan referensi.

 

1.     Kitab nasehat “ ‘IZHZHOTUN NASYI’IN “ karya Mushtofa Al-Gholayaini

2.     Interpretasi Makna ‘At-Thariqah Ahammu Minal Maddah”-Gontor. Sumber

G https//www.gontor.ac.id

SEPUTAR INFORMASI DAPODIK

  Perekaman Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) di Dapodik  Diposkan Oleh : Admin Dapodik   |    Tanggal : 14 Oktober 2022   |   ...